Pemerintah
Republik Indonesia hingga tingkat Pemerintah Daerah memerintahkan untuk tidak mengadakan kegiatan sosial masyarakat yang
menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun
di lingkungan sendiri.
Bagi warga yang melanggar akan dilakukan tindakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar kebijakan Pemerintah tersebut sangat kuat dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mengharuskan adanya pembatasan-pembatasan ketika terjadi kedaruratan kesehatan seperti saat ini. Pembatasan tersebut diatur dalam Pasal 59 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4), yang menyatakan sebagai berikut:
Bagi warga yang melanggar akan dilakukan tindakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar kebijakan Pemerintah tersebut sangat kuat dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mengharuskan adanya pembatasan-pembatasan ketika terjadi kedaruratan kesehatan seperti saat ini. Pembatasan tersebut diatur dalam Pasal 59 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4), yang menyatakan sebagai berikut:
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar
merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar
bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
(3) Pembatasan Sosial Berskala Besar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitasumum.
(4) Penyelenggaraan Pembatasan Sosial
Berskala Besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Sementara
Pasal 93 mengatur ancaman hukuman bagi yang melanggar, menyatakan sebagai
berikut:
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), menyatakan: "Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan") dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Kemudian,
dalam Pasal 14 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular juga mengatur ancaman hukuman yang dengan sengaja menghalangi
penanggulangan wabah. Adapun Pasal 14 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular tersebut diatas menyatakan sebagai berikut:
(1) Barang siapa dengan sengaja
menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,(satu juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kealpaannya
mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam)
bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,-(lima ratus ribu rupiah).
Selanjutnya,
Pasal 152 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang terdiri
atas delapan Ayat menyatakan sebagai berikut:
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya.
(2) Upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang
sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan
ekonomi akibat penyakit menular.
(3) Upaya pencegahan, pengendalian, dan
penanganan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan promotif , preventif , kuratif, dan rehabilitatif bagi
individu atau masyarakat.
(4) Pengendalian sumber penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap lingkungan dan/atau orang
dan sumber penularan lainnya.
(5) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan dengan harus berbasis wilayah.
(6) Pelaksanaan upaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui lintas sektor.
(7) Dalam melaksanakan upaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan negara
lain.
(8) Upaya pencegahan pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 212, menyatakan sebagai berikut:
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 216, menyatakan sebagai berikut:
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 218, menyatakan sebagai berikut:
Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Yang
jelas, patuhi anjuran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa.
Bila ada
larangan keluar area rumah jangan dilanggar. Mengingat situasi sekarang.
1. Dunia Internasional melalui WHO
menyatakan darurat Global atas peredaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan
mengantisipasi penyebaran COVID19.
2. Presiden Republik Indonesia, Bapak
Joko Widodo menyatakan Indonesia dalam keadaan darurat terhadap Peredaran Virus
COVID19. Sehingga perlu diambil langkah antisipasi yang sifatnya
segera.
3. Gubernur Kalbar sudah menyampaikan bhw
COVID19 merupakan Kejadian Luar Bias (KLB), Sehingga perlu diambil
langkah antisipasi yang sifatnya segera. Sebagaimana turunan atas Pernyataan Presiden Republik Indonesia tersebut diatas.
4.
Dilanjutkan dengan semua imbauan dari
Bupati, Camat hingga Kepala Desa.
Jika
ada pertanyaan, meski diri kita sehat. Mengapa kita dilarang keluar rumah saat
situasi disekitar kita atau didaerah lain terjadi wabah atau tidak?
Jawabannya:
Wabah
tak melihat waktu kita sehat atau tidak!
Mengapa
Pemerintah begitu tegas memperingatkan kita agar kita mematuhi anjuran untuk
tidak keluar rumah/kumpul dan lain sebagainya saat darurat terhadap wabah
penyakit?
Jawabannya
adalah:
Berdasarkan
Asas SALUS POPULI SUPREMA LEX ESTO
yang
artinya :
Keselamatan
Rakyat merupakan Hukum Tertinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar